Halaman

Jumat, 23 Mei 2025

Tentang Jeda, Luka, dan Awal yang Baru Dalam Novel Berjudul "Like we just met" Karya Nanda Afandi

 


🌙 Hai, dari Si Penjelajah Lapar di Jam 2 Pagi

Hai kamu, yang entah lagi insomnia, lagi gabut, atau cuma iseng nyari bacaan sambil ngemil mi instan jam segini—kenalin, aku si Penjelajah Lapar di Jam 2 Pagi. Bukan cuma lapar makanan, tapi juga lapar cerita-cerita yang bisa nyentuh hati dan bikin kita diem sejenak… lalu bilang, “kok ini gue banget, ya?” Kali ini, aku mau bahas novel yang manis tapi getir, ringan tapi bikin mikir, dan sangat cocok buat kamu yang percaya bahwa pertemuan nggak selalu harus bahagia… tapi kadang jadi tempat belajar berdamai.

Yup, ini dia: Like We Just Met karya Nanda Afandi.


📚 Tentang Novelnya

Like We Just Met adalah kisah tentang dua orang yang pernah saling mengenal... dan kini bertemu lagi, seperti baru saja bertemu. Sebuah kisah tentang perasaan yang pernah tumbuh, hilang arah, lalu diam-diam menyapa kembali.

Tapi ini bukan cerita cinta klise. Ini lebih ke perjalanan emosional—tentang pengakuan, penyangkalan, dan kesempatan kedua (atau bahkan ketiga?). Ditulis dengan bahasa yang mengalir dan liris, novel ini ngajak kamu buat menikmati detik-detik pertemuan yang awkward tapi indah, perpisahan yang hening tapi dalam, dan rasa yang nggak pernah benar-benar selesai.


💫 Kenapa Worth It Buat Dibaca?

1. Gaya Bahasa yang Puitis tapi Nggak Sok Puitis

Nanda Afandi punya cara menulis yang ringan, tapi dalam. Nggak ada kata-kata lebay, tapi tetap bikin dada sesek.

2. Cerita yang Sangat Relatable

Siapa sih yang nggak pernah punya "mantan rasa belum selesai"? Novel ini seperti ngasih ruang buat kita memahami bahwa beberapa perasaan nggak harus diselesaikan—cukup dimengerti.

3. Alur Penuh Momen Reflektif

Bukan plot yang ngebut, tapi justru itu poinnya. Kita diajak duduk bareng tokohnya, ngerasain diam-diam luka yang belum sembuh, harapan yang muncul lagi, dan rasa yang kadang masih malu-malu.

4. Cocok Buat yang Lagi Pengen Menenangkan Diri

Bacaan ini kayak teh hangat di pagi mendung. Nggak menyembuhkan semua luka, tapi cukup buat bikin kamu tenang dan bilang, “aku nggak sendirian.”


✍️ Kutipan yang Menampar Halus

“Kadang yang datang kedua kalinya bukan untuk tinggal lebih lama, tapi hanya untuk menyelesaikan salam yang pernah tergantung.”


🍵 Penutup dari Si Penjelajah Lapar di Jam 2 Pagi

Like We Just Met bukan sekadar novel romansa—ini adalah pengingat bahwa waktu memang bisa mengubah segalanya, tapi rasa… kadang cuma bersembunyi. Kalau kamu sedang berada di fase “berusaha melupakan tapi diam-diam masih menunggu”, novel ini bisa jadi teman paling jujur.

Cocok dibaca sambil dengerin lagu mellow, atau sambil minum kopi dingin jam 2 pagi yang pahitnya… mirip kenangan. ☕💔

Rating pribadi: 4.6/5
Bacaan untuk: Yang pernah ketemu, tapi belum benar-benar selesai.


Sampai jumpa di review selanjutnya!
Tetap hangat, tetap kuat, walau malam kadang terasa dingin.

Peluk digital dari,
Si Penjelajah Lapar di Jam 2 Pagi
(karena kadang, yang bikin kita kenyang… bukan makanan, tapi cerita)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Renungan tentang Luka dan Makna Dalam Novel “Parable” Karya Brian Khrisna

  🌃 Hai, dari Si Penjelajah Lapar di Jam 2 Pagi Halo kamu yang masih kebangun di jam segini—mungkin sambil nyari camilan, atau lagi merenu...